Membalikkan Struktur “D-M” menjadi “M-D”

Rabu, 29 Juni 2011

Konon bahasa yang kita gunakan sehari-hari telah mengalami proses sejarah sangat panjang. Salah satu penelitian bahkan memastikan proses pembentukan bahasa sebuah bangsa, memakan waktu ribuan tahun. Proses yang dialami bahasa tentu tidak lepas dari kondisi alam dan sosial tempat berkembangnya bahasa. Misalnya, masyarakat yang tinggal di daerah panas seperti kawasan pesisir pantai, biasanya nada bicaranya tinggi dan keras.

Berbeda dengan masyarakat yang tinggal di daerah beriklim dingin atau tinggal di daerah pegunungan, cenderung rendah dan santai. Demikian orang yang sering bicara kasar atau kotor, biasanya memiliki watak dan perilaku tidak jauh beda dari cara dan gaya bicaranya. Meskipun penilaian tersebut tidak sepenuhnya pasti dan benar.

Jujur tulisan ini tidak bermaksud membahas sejarah bahasa yang tidak pernah saya pelajari apalagi kuasai ilmunya. Hanya mencoba bertanya sekaligus menjawab, barangkali seperti orang gila, adakah hubungannya struktur bahasa (atau apalah tepatnya) dengan perilaku manusia?

Struktur “D-M” Elite Class

Seingat saya, guru bahasa semasa di sekolah menengah, pernah mengajarkan bahwa struktur bahasa Indonesia berbeda dengan bahasa Inggris. Bahasa Indonesia menganut madzhab “D-M” atau Diterangkan-Menerangkan, bahasa Inggris kebalikannya, “M-D” atau Menerangkan-Diterangkan. Misalnya, dalam bahasa Indonesia, Mobil (D) Besar (M) sedangkan dalam bahasa Inggris, Big (M) Car (D). “Diterangkan” yang saya maksud adalah “sesuatu yang non-fungsi“ jika tanpa tambahan “Menerangkan” atau “sesuatu yang memberi fungsi”.

Lalu pertanyaannya, apa hubungannya struktur bahasa Indonesia dengan perilaku manusia Indonesia?

Dalam kehidupan masyarakat elit, sekali lagi menurut penulis, ada persaman struktur bahasa dengan perilaku mereka. Kasus terhangat misalnya, wakil rakyat (DPR dan DPD) lebih bernafsu membuat gedung terlebih dahulu daripada rapatnya, atau jika rapat disambi tidur bahkan nonton Blue Film. Gedung barangkali bisa disebut sebagai “D”, selanjutnya rapat disamakan dengan “M”.

Endingnya ketika sebagian besar rakyat menolak proyek gedung baru senilai triliunan rupiah, barulah berbagai alasan dilontarkan. Mulai alasan kebutuhan hingga kenyamanan kerja, cuap-cuap para wakil rakyat pun segera menjejali surat kabar dan televisi. Lucunya, setelah berhari-hari ramai menjejali media massa, sebagian besar cuci tangan dan tidak merasa bertanggungjawab dengan keputusan “Gedung Baru”.

Demikian halnya kasus TKW yang dihukum pancung Arab Saudi. Baik Bapak Presiden dan Menteri Tenaga Kerja lebih dulu membuat Badan Nasional urusan TKI, kalau tidak salah BNP2TKI (Diterangkan), sementara penyelesaian kasus hukum TKI (Menerangkan) masih tanda tanya. Sekali lagi endingnya para elit dengan enteng mengatakan “kecolongan”, seolah nyawa manusia tidak ada harganya.

Bandingkan dengan kerja pemerintah Australia dalam melindungi sapi asal negaranya. Sapi-sapi Australia yang dibunuh secara sadis oleh orang Indonesia, meski konon sadis tersebut versi mereka, segera turun keputusan menghentikan pengiriman sapi ke beberapa rumah jagal di Indonesia. Toh Australia tidak perlu lebih dahulu membuat Badan Nasional urusan sapi. Cukup pantau sapinya lalu buat kebijakannya.

Struktur “M-D” Lower Class

Untung saja perilaku elit bertolak belakang dengan perilaku masyarakat bawah atau lower. Masyarakat bawah jika saya amati cenderung menggunakan struktur M-D atau “Menerangkan-Diterangkan”. Kelas bawah di sekitar kita lebih mementingkan kerja atau tindakan daripada formalitas belaka.

Nelayan misalnya, ditengah mahalnya harga solar dan cuaca yang tidak menentu, mencari ikan (Menerangkan) lebih penting dari hasil tangkapan (Diterangkan). Peduli amat dengan ramalan cuaca BMKG, sistem bagi hasil dan permainan harga atau pungutan liar di Tempat Pelelangan Ikan. Bagi nelayan mencari ikan adalah kewajiban sekaligus bentuk tanggungjawab kepada keluarga meski kadang nyawa taruhannya.

Sebagaimana petani, kelangkaan pupuk yang berimbas pada naiknya harga pupuk dan serangan hama, menanam (Menerangkan) lebih berharga dari hasil dan harga panenan (Diterangkan). Tidak jarang demi menjaga ketersediaan pangan, petani berhutang pada lintah darat. Petani tidak perduli terhadap kebijakan pemerintah menambah jumlah impor beras. Bagi petani menanam adalah hidup, tidak menanam sama halnya mematikan kehidupan.

Menerangkan memberikan arti sekaligus fungsi kepada yang Diterangkan, setidaknya itu yang ada di kepala saya. Selama tidak ada pembalikan D-M menjadi M-D barangkali hasilnya, mengambil jargon sebuah acara komedi di salah satu stasiun TV, akan “Selaluuuu begitu”.
.

Share

0 komentar: